Kami akan tetap berusaha menyelamatkanmu, di dalam ruangan
terbakar itu kami akan tetap berusaha. Begitulah suara dari toa yang berasal dari mobil regu
penyelamat. Serak dan lantunan putus asa. Sebelumnya suara deru dan rentetan
ledakan menyeruak lebih dulu dikeheningan pagi, dan tiba-tiba kobaran api
membakar atap, menggubah langit cerah menjadi seketika gelap. Bangunan itu
tidak lagi terlihat seperti bangunan, hanya ada api yang menjalar-jalar mencari
mangsa. Hanya gemerlap panas lalu menyipitkan mata, dan suara toa itu masih berserak berusaha
menyelamatkan orang yang terkunci di dalam, tentunya itu hanya penenang.
Suara lolongan tolong, memiriskan pendengaran, gedoran pintu
bangunan nyaring dari dalam. Mereka yang ada di dalam hanya minta satu hal, tolong
bukakanlah pintu itu.
Pintu itu adalah malapetaka
kami jika tak terbuka. Kami memohon kepada siapa saja, tolong bukalah. Wahai toa
yang hanya berkoar, apakah kau bisa membukanya demi kami? Jika kau bisa
bukalah! Jika tidak bisa, cukup kirimi kami doa.
Matahari tak tertembus, angin menjadi musuh alami. Akan
tetapi kami akan tetap meyelamatkanmu.
Akan tetapi siapa kau
wahai suara toa yang hanya bersuara?
Kami adalah sumber selamat. Kami yang sedang berjibaku
melawan asap dan ledakan. Kami yang masih berusaha menyelamatkanmu. Kami yang tetap
berusaha mencarimu, korban yang terkunci di dalam bangunan. Kami adalah sebuah
regu penyelamat, yang tak dan sedang berdinas, yang tak berpangkat, tak
berpasukan. Kami adalah pertanyaan yang penasaran, sebuah pencarian yang
terbatas.
Katakana lagi apa yang
sedang kau cari?
Kami berbunyi seperti Guntur, kami tak tampak seperti garis
lintang, kami tertera seperti bintang penanda arah. Kami seperti kamu, namun
bedanya kami diluar. Kami adalah yang akan menyelamatkanmu. Kami akan
menemukanmu, menghapus peluh hangat di ubun-ubunmu. Mengucurkan air di badanmu,
memompa oksigen untuk paru-parumu. Kami adalah rindang yang meneduhkanmu.
Korban di balik pintu, kami berhasil! Pintu itu terbuka untukmu, keluarlah!
Namun dengar, coba kau
dengar sekali lagi, di dalam sana masih ada suara.
Bukankah kami sudah bilang dari awal, kami akan
menyelamatkanmu, dalam keadaan apapun. Berserakan ataupun utuh, sawo matang
ataupun gosong, nyata ataupun fana. Nyatanya pintu yang tak mungkin bisa dibuka
itu, berhasil kami buka. Jika kalian tanya solusi untuk yang terjebak di dalam,
kami sudah punya. Jika tidak ada jalan keluar, buatlah jalan keluar itu
sendiri. Robohkan tembok samping bangunan dan biarkan teriakan nanar minta
tolong itu keluar.
Tapi benar saja, masih
ada teriakan minta tolong di dalam, kali ini aku yakin wanita.
Kami tetap akan mencarimu. Kami meniti titik-titik dengan
selang air. Melangkahkan kaki di tengah bara. Kami hanya ingin tahu, kematian
manakah untukmu, siapakah yang menjemputmu, dan adakah yang terbaring dengan
mata merah memimpikan api.
Kau tak akan
mendapatkan apa-apa, saudara yang berkoar lewat toa, teriakan wanita itu telah
terkulum oleh hawa panas duka nestapa. Ledakan-ledakan itu telah memungutnya,
api dan bara telah menampung putus asa sampai akhir napasnya. Di sana gelap
hanya sebentar, kau tahu? Sebuah khayal bagi petugas pemadam, sebuah ilusi bagi
warga sukarela, sebuah jarak yang hanya syarat.
0 komentar: