Pukul tiga sore rombongan sirkus datang ke salah satu kota di Negara Italia, sudah pasti semua warga kota menyambutnya dengan sorakan g...

PAGLIACCI


Pukul tiga sore rombongan sirkus datang ke salah satu kota di Negara Italia, sudah pasti semua warga kota menyambutnya dengan sorakan gembira. Manusia besi, atraksi berjalan diatas tali, sulap, sepeda roda satu dan binatang-binatang buas yang terlatih. Namun barang tentu yang paling ditunggu oleh semua orang adalah aksi lucu si badut bernama Pagliacci, yang selalu membawa humor dan candaan yang dibutuhkan oleh semua orang yang lelah dengan tuntutan kehidupan pada masa era industri.

Pagliacci selalu sukses membuat semua orang tertawa disetiap aksi panggungnya. Dengan rupa muka penuh sapuan bedak, selai lebar untuk membentuk mulut yang terbuka. Mata lebar dan berbalik dibentuk lengkungan alis dan masing-masing pipi dibuat merah sehingga memperlihatkan kesehatan yang terlihat berlebihan. Dia rela akting jatuh bangun, berpantomim dengan mimik muka yang dijelek-jelekan, bahkan jika perlu dia sedia berimprovisasi dengan tingkah dan ucapan yang membuat dirinya malu sekalipun. Apapun akan dilakukannya demi tawa mereka, seakan memberi pesan bahwa selain hidup yang kalian jalani, ada hidup orang lain yang perlu kalian tertawakan.

Tenda berbentuk kerucut sudah didirikan, lampu sorot sudah menyala menerawang ke penjuru sela dan segala properti pendukung pertunjukan sudah ditata di keadaan seperti biasanya. Namun ini masih jam tiga, sedangkan pertujukan baru akan dimulai satu jam sebelum matahari tenggalam dan seluruh penjuru kota sudah riuh membicarakan tentang sirkus dan si badut Pagliacci.

Disebuah bar terduduk seorang pria setengah baya dengan botol alkohol di tangannya, terhitung itu sudah botol kelima. pandangannya mungkin sudah kabur dan kesadaranya mungkin sudah pada pangkalnya. Dia akan meminta botol keenam namun si bartender tidak memberikannya. “Aku tidak akan memberikan botol untumu lagi!” serunya kepada si pria tersebut. “Jika kau memang banyak pikiran dan memerlukan bantuan pergilah ke dokter di ujung gang sana, dia  pasti akan membantu permasalahanmu.” Tambah si bartender. Memang pria itu sedang depresi, bahkan semasa hidupnya dilaluinya dengan angan yang tak pernah tersampaikan dan impian yang juga tidak terkabulkan. Bangkitlah si pria setengah baya itu dari duduknya dengan sadar yang dipaksakan dia melangkah tegap ke rumah dokter yang diharapkannya dapat membantu keadaan depresinya.

Sesampainya di dalam rumah dan bertemu sang dokter, pria itu pun mengadu bahwa ia sedang sangat depresi. Hidup dirasanya sangat kejam mengucilkanya, begitu tidak adil juga dirasa semesta membagi nasib kepadanya. Pria itu berkata lagi bahwa “dunia seakan tidak pernah berpihak kepadaku, apa yang aku ingin dan aku impikan tidak pernah sampai pada diriku. Aku merasa semua orang bisa tertawa dengan semua apa yang mereka capai, sedangkan aku harus menangisi apa saja yang gagal aku capai” keluh pria itu sambil menangis. Dokter itu diam sesaat sambil memikirkan obat apa yang cocok bagi si pria malang tersebut. Lalu si dokter ingat bahwa akan pertunjukan Sirkus yang akan diadakan di kota nanti sore. Sang dokter menatap si pria setengah baya dan berkata bahwa obat untuk penyakitnya sederhana saja. "Nanti malam, ada  sirkus dengan seorang badut yang akan beraksi di tengah kota.
Namanya Pagliacci. Saksikanlah pertunjukannya, pasti kau lebih bahagia, dan akan membuatmu sedikit lebih baik" ujar dokter.

Namun mendengar usulan tersebut, sang pria bukannya lega. Yang bersangkutan malah tertunduk, menelungkupkan tangannya ke wajah, dan malah menangis sejadi-jadinya. Dokterpun tak habis pikir dengan apa yang salah dengan sarannya barusan. Lalu dengan suara sesenggukan pria itu menjawab dengan air mata deras menetes. "Tapi Dok, Saya lah Pagliacci"

Itulah sepenggal adegan opera berjudul pagliacci yang polpuler di Italia pada tahun 1892. Sebetulnya pagliacci opera dengan konflik percintaan dengan diakhir cerita terdapat pembunuhan. Ruggero Leoncavallo membuat cerita opera ini dengan Pagliacci adalah sebuah cerita keadaan orang-orang masa itu. Sebenarnya jika dilihat pada masa sekarang, banyak orang-orang yang memerankan peran sebagai Pagliacci. Mereka itu nyata diantara kalian, tersenyum dan tertawa bersama-sama kalian namun menangis nanar dibalik panggung sandiwaranya.

Robin Williams aktor kawakan ini sepanjang karirnya diperfilman Holywood sudah banyak memerankan peran yang sama seperti watak Pagliacci. Keahlian Williams berimprovisasi dalam melucu seakan keluar secara natural dari dirinya.

Ia seperti tanpa upaya berganti mimik, menciptakan situasi-situasi konyol, dan merepetkan dialog-dialog kocak dalam rerupa aksen. Bakat peran tersebut tak hanya mengundang tawa. Tak jarang juga air mata penonton ia buat menetes lewat aksi peran dalam film-filmnya, seperti saat memerankan anak kecil memainkan permainan papan yang menjadi nyata dalam “Jumanji” (1995). Mengisi suara sebagai jin biru dalam film animasi disney ”Aladdin” (1992) Sukar melupakan kesedihan yang ia terjemahkan dengan begitu baik saat membaca bait-bait puisi Pablo Neruda untuk kekasih yang telah meninggal, kala memerankan dokter pendobrak dalam "Patch Adams" (1998). Atau cara ia menatap para murid yang menolak pemecatannya saat berperan sebagai guru revolusioner dalam "Dead Poets Society" (1989). 

Namun lain di depan, lain juga dibelakang layar kaca. Williams ternyata seorang pribadi tak tenang dalam hidupnya. Ia sudah lama mengkonsumsi obat-obatan terlarang, alkohol dan koakain. bahkan kebiasaannya tersebut ia lakukan sejak akhir 1970-an hingga awal 1980-an. Kebiasaan buruknya sempat berhenti saat kelahiran anak pertamanya pada tahun 1983, namun kebiasaannya minumnya muncul kembali pada tahun 2003.

Dalam wawancaranya dengan surat kabar Inggris the Guardian pada 2010, Williams menceritakan banyak kesedihan. Menurutnya ia kerap kali merasa kesepian dan ketakutan. Dan ia kerap mengobati perasaan takutnya tersebut dengan banyak meminum alkohol.

Wiliams juga mengenang beban berat bekerja sebagai aktor Hollywood. Ia ingat pernah terlibat dalam pembuatan delapan film dalam dua tahun. Menurutnya, ada sejenis kekhawatiran dalam diri para penampil bahwa jika mereka berhenti tampil, mereka terlupa. Williams menderita depresi sepanjang hidupnya, dan juga berjuang mengatasi kecanduan obat-obatan terlarang dan alkohol. Namun tanggal 11 Agustus 2014, ia ditemukan tewas gantung diri di rumahnya di Paradise CayCalifornia.

Ia menghibur masyarakat sebagai seorang komedian, namun harus mengakhiri hidupnya karena depresi. Sangat pilu jika mengetahui bahwa orang yang menyediakan tawa untuk orang lain, ternyata ia tidak bisa menemukan tawa untuk dirinya sendiri. 


"Bagi dirimu yang mengalami depresi, temuilah orang-orang yang kau cintai. Bunuh diri merupakan solusi permanen, untuk masalah yang sementara" - Robin Williams



0 komentar: