Pengunjung nampak beberapa berlalu-lalang, befoto dan
bermesum dabalik bangku taman.
Para gelandangan mencari tempat rehat untuk raga yang lelah
digempur kejamnya hidup yang terus berjalan.
Namun di pojok sana, ada gang yang menjelang pagi malah
semakin ramai.
Gang sempit dengan kotak amal disetiap ujungnya, dimana orang
masuk mencari suguhan mulus anggota badan.
Tempat dimana hawa nafsu terpenuhi dengan lembaran uang
puluhan.
Tempat dimana senggama menjadi sebuah tujuan.
Tempat dimana desehan tak kalah nyaring dari umpatan
kenikmatan.
Plesiran berkedok penginapan.
Terlihat rumah minimalis banyak kamar dan lampu sekunder
menyala-nyala muram.
Dengan wanita berbaju minim menunggu ajakan di teras depan.
Muda tua berbaris menyilangkan kaki dengan wangi parfum
menggoda ketegaran iman.
Senyum menggoda dan lirikan mata mengajak kencan satu malam.
Mereka tak peduli dengan tertanggalnya harga diri.
Mereka tak peduli dengan malunya diri sendiri.
Mereka hanya butuh uang agar esok masih bisa makan nasi.
Yang mereka peduli hanya satu, membuat pelanggan terpuaskan
dengan terlampiaskannya birahi.
Sehingga lain waktu mereka akan dicari dan dipakai lagi.
Dan mereka memang ikut andil dalam mewujudkan Jogja sebagai
kota menyenangkan, bagi mereka yang lupa akan hidup sesudah kematian.
0 komentar: