Bagaimana jika realitas dari pandangan kita? Bukan menghilang
kedalam ketiadaan tetapi ke dalam sesuatu yang lebih nyata dari kenyataan?
Jika realita menghilang dunia hanya akan menjadi ilusi
semata, dimana manusia hanya akan menerka-nerka memohon kembalinya kenyataan. Realitas
menjadi sebuah kenyataan yang sebenarnya, jika kenyataan menghilang manusia akan
hidup dalam dunia yang penuh kebohongan.
Bagaimana kalau dunia komunikasi modern, hiper komunikasi,
telah menceburkan kita, bukan kedalam chaos
tetapi ke dalam kejenuhan makna yang maha hebat yang seluruhnya termakna oleh
kesuksesannya sendiri-tanpa permainan, tanpa rahasia atau jarak?
Komunikasi modern sudah begitu candu bagi manusia, dimana
berita di tv selalu menjadi hal yang selalu ditunggu-tunggu. Kadang kala banyak
berita yang memang sengaja diseting agar menarik dengan isi yang sepenuhnya hoax namun inilah yang menjadi penyalahgunaan
komunikasi dimana tidak menyajikan kenyataan namun suatu kebohongan. Sedangkan acara
berita yang sebenarnya-benarnya acara berita masih menjadi suatu totonan real yang masih menyajikan fakta dari
kenyataan yang ada.
Jika seluruh publisitas merupakan apologi, bukan ditunjukan
untuk sebuah produk tapi semata-mata publisitas?
Jika seperti itu penyiaran menjadi acara normal yang
membosankan. Dimana mempertahankan gagasan menjadi sebuah pencitraan yang
angkuh dan sombong. Sedangkan jika keangkuahan itu bisa dialokasikan ke arah
produk mungkin akan menjadikan nilai iklan tinggi. Namun jika diarahkan ke
individu mungkin sesombongan akan menguasai.
Jika informasi tidak lagi dipergunakan untuk mengangkat
sebuah peristiwa tetapi mengangkat dirinya sendiri sebagai sebuah peristiwa?
Pencitraan jelas terjadi disini, menampilkan kebaikan yang
seharusnya menjadi konsumsi pribadi. Membuat kemurahan hatinya sendiri menjadi
hal yang langka dan pantas untuk disiarkan dan diliahat oleh banyak orang. Informasi
peristiwa yang tak begitu penting untuk di informasikan.
Jika sejarah hanya sebuah akumulasi, sebuah ingatan yang
bersifat seketika tanpa masa lalu?
Tidak ada sejarah tanpa adanya masa lalu, sejarah sebenarnya
menjadi sebuah pelajaran bagi kita, tentang salahnya orang terdahulu dan
membuat kita belajar dari kesalahan yang terdahulu. Tapi tanpa masa lalu bukan
sejarah yang terjadi, tetapi kebohongan mulut yang mengatakan kebohongan tanpa pernah adanya pengalaman untuk
dipelajari.
Jika politik makin menjadi lautan tantangan, kemudian
digantikan oleh kegilaan terorisme, sandera, bentuk pertukaran yang mustahil?
Penyiaran tentang pergolakan politik menjadi begitu
mengambil alih akhir-akhir ini. Menjatuhkan kelompok politik antar politik lain
menjadi tontonan yang ditunggu-tunggu rakyat dengan berharap ada episode
lanjutan setelahnya. Sedangkan terorisme seakan selalu menjadi peristiwa nomor
satu yang harus disiarkan, penembakan bar-bar, bom mobil, bom bunuh diri,
pembentukan negara islam namun berkedok teroris, menculik pilot agar meminta
terbusan namun lantaran tidak terpenuhi korban lantas dibakar hidup-hidup. Komunikasi
yang seharusnya memberitahukan kebaikan malah menyiarkan pembunuhan dan adegan
bar-bar seperti orang yang tak punya pikiran.
Bagaimana jika seluruh informasi bukan lahir dari rekayasa
subyek tanpa opini, tetapi dari logika tanpa subyek, logika yang didalamnya
opini terjatuh ke dalam daya tarik yang sangat kuat?
Sebuah informasi dari opini sejatinya hanya umpatan akn
ketidak sesuaian keinginan subyek terhadap realita dan pikirannya,
dibayangannya dia ingin hidup enak namun pada realitinya dia sengsara, dan
menyalahkan sengsaranya kepada penguasa toh sebenarnya dirinya sendirilah yang
membuat sengsara. Itulah sebagian orang beropini tetapi opininya menjadi sebuah
umpatan yang menyalahkan orang lain. Sama halnya seperti subyek tanpa logika.
Jika pornografi menandakan berakhirnya seksualitas karena
kecabulanya dan daya jajahnya yang telah merasuk semua hal?
Pornogafi sejatinya sudah melekat pada semua hal yang
disiarkan, tidak melulu dengan tanyanan erhubungan badan, namun juga rok mini,
baju minim, belahan dada yang sengaja diturunkan dan baju ketat, itulah kenapa
pornografi sudah merasuk kesemua hal, namun sayang kita tidak pernah
menyadiranya dan mengganggap itu hal yang lumrah terjadi begitu saja.
Jika godaan mengikuti hasrat dan cinta yang sebelumnya bisa
bisa dikendalikan subyek dan obyek?
Hasrat mencintai sekarang bisa diaplikasikan kepada hal-hal
lain, tidak meluliu bilang “i love you”
namun sekarang hasrat mencintai menjadi sebuah kesalahan dimana dengan hasrat
semua hal ingin dimiliki, tahu sendirikan semua hal yang berlebihan itu tidak
baik.
Jika strategi menggantikan psikologi?
Sidah dari dulu psikologi kalah dengan strategi, psikologi
hanya terjadin dipikiran yang dipenuhi teori sedangkan strategi pikiran teori
lengkap dengan dengan perencanaan yang absolute.
Jika kebenaran tidak melawan ilusi, tetapi merasa ilusi
lebih besar dari kebenaran itu sendiri?
Inilah yang ditakutkan, dimana kebenaran harus takut
kebohongan, semua orang akan takut kepada kebohongan namun melah melawan akan
kebenaran, ini sejatinya sudah terjadi dimana calon pemimpin memberikan
kebohongan namun setelah jadi mereka berbohong. Dan kebohongan mereka harus
ditakuti padahal yang terjadi dipikiran mereka adalah kebenaran yang
seharusnya.
Dan bagaimana jika semua ini tidak lagi menarik sekaligus
tidak membuat jengkel?
Kebosanan akan terjadi dimana tidak lagi ada hal menarik
untuk diperbincangkan dan didiskusikan
Tidakkah semua itu fatal?
Fatal memang iya namun memperbaiki sekiranya akan menjadi
hal yang sia-sia.
ejaan e diperbaiki
BalasHapussiap grak mas!
Hapus