Kereta itu menuju Wina, salah
satu kota terindah di Eropa.
Tidak ada yang ganjil dari perjalanan kereta tersebut, juga tidak ada yang
perlu dipermasalahkan. Jangan harap ada aksi pengungkapan kasus pembunuhan
dalam perjalanan kereta seperti yang dilakukan oleh Hercule Poirot di film Murder
on the orient Express. Kereta menuju Wina ini hanya akan mengisahkan awal
pertemuan tak disengaja laki-laki dan perempuan, yang hanya mempunyai waktu
semalam. Tidak lebih.
Ya, seperti ini. Mengapa anjing yang tidur di bawah sinar matahari
terlihat indah? Akan tetapi seorang pria, yang berdiri mengambil uang di ATM
terlihat seperti sesuatu yang begitu tolol?
Laki-laki itu bercerita,
perempuan itu hanya mendengarkan. Percakapan berganti dengan cepat, mengalir
dan intens. Seperti sudah kenal lama, merasa cocok hanya dengan lewat
percakapan. Bahkan mereka belum tahu nama satu sama lain. mereka sadar bahwa
percakapan akan berakhir ketika kereta sudah sampai di Wina. Pertemuan mereka
hanya sementara. Saat itu detik waktu seakan menjadi lebih penting, tiap
persoalan yang dibahas adalah hal yang sangat berarti. Percakapan begitu
panjang, dan semakin lama semakin menyenangkan. Obrolan mereka sangat wajar dan
tidak perlu dikhawatirkan atau ditakutkan oleh banyak orang. Sewajar anjing
yang sedang berjemur di bawah sinar matahari.
Kereta sampai di Wina, percakapan
berakhir, laki-laki itu harus turun dan menunggu penerbangan ke Amerika esok
paginya. Sedangkan perempuan itu masih akan menaiki kereta yang sama menuju
paris untuk kembali kuliah. Mereka berpamitan dan mengucap selamat tinggal,
seperti ada ketidakrelaan berpisah dari kedua air muka mereka. Akan tetapi
kereta sudah sampai, laki-laki itu harus turun dan mereka memang harus
berpisah.
Tetapi cerita tidak berakhir
sampai di situ, laki-laki itu
mengajak perempuan berambut pirang tersebut untuk ikut dengannya turun di Wina,
sambil menemani menunggu pesawat esok
paginya. Perempuan itu mau, dan
cerita selanjutnya adalah kisah yang tak akan mereka berdua lupakan seumur
hidup. Walau mereka sepakat setelah malam itu menganggap kisah perjalanan di
Wina ini tidak pernah terjadi, ingatan manusia tidak dirancang untuk melupakan.
Mereka baru berkenalan setelah
turun kereta, laki-laki bernama Jesse mengaku tidak punya cukup uang untuk
menyewa hotel untuk menginap, Celine yang diajaknya turun tidak begitu
mempermasalahkan tentang bermalam. Mereka hanya berjalan, menaiki trem, menuju
ke kafe, menyusuri dinginnya malam, berpelukan melihat lampu kota, berniat
menghadiri pertunjukan akan tetapi tidak terjadi, berbaring dan berciuman.
Tidak lebih. Mereka sadar setelah ini semua, mereka tidak akan bertemu lagi.
Jadi mereka memutuskan untuk tidak menambahkan momen menyenangkan lain yang
sulit dilupakan.
Di sepanjang cerita kita hanya akan dihadapkan dengan kedua orang
yang saling bercerita, percakapan mereka begitu mengalir dan tanpa sekat.
Seperti tanpa skenario, mereka seakan berbicara nyaris di luar kepala, seakan
begitu nyata, walau di tempat lain hal itu memang nyata. Hal-hal yang
dibicarakan begitu menarik sehingga tidak akan bosan mengikuti alur ceritanya, yang
hanya menampilkan dua tokoh saja. Namun
ini yang membedakan dengan genre drama lainnya.
Mereka berdua jatuh cinta,
kebersamaan mereka hanya satu malam. Hanya sementara itu. Tapi anehnya kita
yang menontonnya akan serius
menunggu kelanjutan hal yang sementara itu. Percakapan mereka begitu sederhana,
akan tetapi kita akan sepakat bahwa percakapan yang sederhana itu justru yang
membuat semuanya istimewa.
Malam indah dan dingin itu bisa
mereka susuri hanya malam itu saja. Seharusnya mereka bisa lebih bahagia pada
saat itu. Seakan bebas, dan tanpa terikat dengan
hal apapun. Akan tetapi, mereka
hanya berjalan mengelilingi kota, hanya berdua, mencari kehangatan, dan
bercerita. Seakan tidak ada hari esok untuk bersama, dan mereka mengasihani
nasib masing-masing.
Ini seperti mimpi, aku di mimpimu, kamu di
mimpiku. Dan ketika terbangun kita menganggap ini semua tidak pernah
terjadi.
Mereka tidak begitu memusingkan
orang lain, terkadang orang sibuk memikirkan pendapat orang lain, ketimbang
memikirkan kematian mereka sendiri. Sifat itu muncul alamiah, dan akan lebih
manusiawi jika tidak terlalu dikhawatirkan. Mereka berdua tidak pernah
bertengkar dengan mimikirkan pendapat orang lain, mereka berjalan, mereka
berbincang. Tanpa bertengkar perihal adakah orang yang mempermasalahkan
aktifitas mereka.
Setidaknya kita sadar ada yang
beharga dari apa yang sejatinya terbatas. Dalam film Before Sunrise ini jesse dan Celine mengetahui banyak hal yang
sering mereka lewatkan. Waktu tiba-tiba begitu penting, seakan tidak mau
terpisah hanya karena terbatasnya waktu. Tapi di kota Wina mereka seperti
halnya orang jatuh cinta; tampak tolol, seperti orang yang berdiri di depan
mesin ATM. Akan tetapi malam itu mereka menemukan sesuatu yang sederhana, fana,
namun berharga.
Jesse: Aku pikir itu sangat benar, maksudku, semuanya begitu terbatas,
tapi kamu jangan berpikir bahwa itulah yang membuat waktu kita, pada saat-saat
tertentu begitu penting?
Celine: Ya, aku tahu. Itu sama bagi kita malam ini, meskipun besok
pagi, kita tidak akan bertemu lagi.
Pagi menjelang mereka berpisah di
stasiun Wina, tidak ada yang menangis, hanya janji akan bertemu lagi yang fana.
Memang kehidupan terbagi dengan pertemuan dan perpisahan. Bukan kematian,
bahkan lebih buruk, kehampaan. Seharusnya memang mereka tidak harus bertemu.
0 komentar: