Jaringan teroris mengatas namakan agama tertentu memang
sedang trendi-trendinya belakangan
tahun ini di timur tengah sana. Namun seiring berjalanya waktu organisasi
radikal itu mulai melebarkan sayapnya di negeri ini. Meledakan dan membunuh
berlandasan jihad yang dalam arti berjuang dengan sungguh-sungguh dijalanNYA
dengan menjalankan misi utama untuk menegakan nilai agama. Orang-orang tersebut
percaya bahwa Tuhan akan menempatkan dirinya kelak ke surga, karena alasan
membela dan berjuang dijalan Tuhan.
Namun apa yang menurut mereka benar, belum
tentu benar menurut kita. Kembali ini soal persepsi, konteks dan sudut pandang. Namun itu sebabnya apakah masih ada kebenaran yang sejati
di dunia ini? Namun sisi positifnya
mereka masih percaya adanya Tuhan dan balasanya, sedangkan sebagian dari kita
malah membunuhnya.
pada suatu pagi,
seorang datang ke sebuah tempat orang ramai bertemu. Ia mengumumkan:
"Tuhan telah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya." Si
pembawa kabar, tentu saja dianggap "gila", membawa sebuah lentera
yang bernyala. Ia tahu, "kematian Tuhan" mau tak mau menimbulkan
pertanyaan yang mengusik, dalam kegelapan yang semesta, ketika seakan-akan
mentari tidak akan terbit esoknya.
Kita bayangkan rasa
takut akan nihilisme di wajah si pembawa lentera, tapi ia tak marah. Ia
menerima kenyataan ini: orang akan selalu menghendaki adanya sumber yang
tunggal dan kekal, tapi akan selalu gagal menemukannya. Adegan tersebut
terdapat pada salah satu novel Nietzsche, orang gila tersebut digambarkan
sedang ketakutan dan paling sadar diantara orang-orang bahwa kita semua-lah
yang sudah membunuh Tuhan.
Subuh adzan
berkumandang, tanda sholat sudah ditegakan. Namun disebuah kamar, seorang
pemuda terbangun dari tidurnya. Dia bangkit dari ranjangnya bukan untuk
mengambil wudhu, namun mencari handphone yang hilang dari pandangannya, setelah
ditemukannya handphonenya lantas dia berangkat tidur lagi.
Kitalah pembunuh
Tuhan, kenyataannya seperti itu. Kita menggantikan posisinya dengan berhala
berbentuk handphone, kita meragukan kebaikannya dengan ketakutan tidak bisa
mencari rezeki esok hari. Kenapa saat kita bangun tidur hal yang kita cari
adalah handphone, kenapa tidak Tuhan dulu yang kita cari? Apakah kita lebih
membutuhkan handphone dari pada Tuhan?
Sedangkan teroris
sana sedang gencar-gencarnya berjuang dijalan Tuhan. Kita malah menjauh dan
membuat jalan sendiri dengan tuhan-tuhan yang kita ciptakan sendiri. Sebenarnya
siapa sekarang yang keluar dari ajaran? Siapa sekarang yang disebut radikal?
Siapa sekarang yang tidak beragama? Penodaan agama? Mereka yang teguh dengan
landasan Jihad atau kita yang selalu merasa suci dan tidak berdosa dihadapannya.
Pada dasarnya
manusia hidup selalu membutuhkan pegangan, jika suatu ketika manusia kehilangan
pegangannya. Biasanya pegangan disini diidentikan dengan Tuhan. Maka dari itu
muncul wacana bahwa Tuhan itu telah mati.maja secara tidak langsung kita akan
mencari pengganti dan mencari pegangan itu.
Dengan kembali pada sang maha Esa dan melaksanakan kewajiban sebagai mana seharusnya umat beragama dan menjauhi segala larangan yang sudah ditentukan, selalu optimis terhadap kehidupan kedepan, lagi tidak meragukan kebaikan, nikmat dan pertolongannya. Kita bisa kembali menghidupkan Tuhan pada diri kita. Seperti teroris itu, kita akan terus bersama dengan Tuhan.
0 komentar: