Aku merasa tidak adil disini aku seorang yang berpendidikan,
nilai nilaiku nyaris sempurna di semua mata kuliah bahkan aku lulus tepat
waktu. namun mengapa hidupku semengenaskan begini. Bagai mana apakah ini adil?
Bandingkan dengan hidup para penjabat saat ini. Ditahun akhir rezim orde lama
ini aku berasa diperlakukan tidak adil. Akhir
masa orde lama adalah masa dimana kebijakan-kebijakan politik Presiden saat itu
begitu banyak dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya yang pandai menjilat
serta membawa kepentingan pribadi dan partai. Sehingga di masa-masa akhir
pemerintahan Presiden pada saat itu, ada begitu banyak penyimpangan politik
seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari mulai pembentukan demokrasi
terpimpin yang semakin mengarah pada otoriterianisme, praktik
kolusi dan nepotisme (siapa yang punya koneksi akan diuntungkan), sampai
penyalahgunaan kekuasaan dimana uang dana revolusi yang dikumpulkan dari
keringat rakyat dan karcis-karcis bioskop, dihambur-hamburkan oleh orang-orang
pemerintah pusat di luar negeri.
Lihatlah masyarakat indonesia
saat zaman pergolakan ini banyak yang miskin, banyak yang kelaparan, banyak
sarjana yang menjadi pengangguran dan banyaknya masyarakat yang takut ditangkap
atau takut dibunuh karena dicurigai menjadi pengikut partai komunis. bayangkan
keadaan rakyatnya sedang sengsara dan diselimuti ketakutan malah para
pemerintah Bangsa sedang enak enaknya tertawa dan bahagia diatas penderitaan
rakyatnya, apakah memang begitu tugas seorang pemerintah? Suatu hari aku
membaca koran dan membaca kolom opini dimana aku melihat banyak opini - opini
dari masyarakat tentang kebijakan tidak adil pemerintah dan menurutku kritik
mereka tidak begitu mengena. Bahkan terkesan ada hal yang ditutupi dan mereka
yang menulis tidak membuka kenyataan sebenarnya pada tulisan mereka. Aku jadi
geram sendiri membaca kolom opini ini. Bukan karena tidak adilnya sikap
pemerintah tapi karena adanya hal yang ditutupi oleh mereka yang menulis opini
ini.
Akhirnya aku menulis opiniku
sendiri, gini gini aku dulu sering menulis saat masih jadi mahasiswa. Menjadi
salah satu aktivis kampus dan sering menjadi orator demo. Aku ketik dan aku
ceritakan keadaan dan realita yang terjadi pada bangsa ini dan esoknya aku
kirimkan ke koran. Esoknya aku membeli edisi koran hari ini, aku membolak
balikan lembaran mencari kolom opini dan opiniku kemarin tidak termuat disana.
Yah namanya juga penulis dadakan mana mungkin tulisannya langsung bisa
diapresiasi oleh koran. Aku-pun membolak balik lagi halaman koran ini. Dan aku
kaget dengan salah satu kolom yang ternyata didalamnya ada tulisanku. Ternyata
tulisanku dibuatkan kolom sendiri oleh pihak koran.
Akupun pulang kerumahku di
daerah Pulo gadung. Aku membuka pintu dan ternyata ada surat yang diselipkan
dibawah kolong pintu. Aku buka surat itu dan ternyata itu dari pihak koran yang
dalam surat itu menginginkan aku untuk menjadi penulis tetap opini di koran
tersebut akupun mengiyakan dengan menulis surat balik. Hari demi hari aku
lewati, aku tidak lagi bekerja sebagai kuli panggul, tukang becak ataupun
tukang parkir. Aku sekarang cukup dirumah dan mengkritik semua kenyataan dan
realita tentang bobroknya negeri dan para pemimpin bangsa ini. tak jarang aku
juga mendapat surat cacian atau ancaman dari pengirim misterius akan kritikku
yang telampau pedas dan kritis. Pernah juga aku diancam akan dibunuh oleh
seseorang anggota partai pro pemerintah jika terus menerus mengkritik pedas
pemerintah. Namun aku tak gentar, aku tak takut. Malah semakin banyak penggemar,
pendukung dan simpatisan dari buah aku mengkritik ini . Malah dengan semua
ancaman itu aku jadi semakin girang dan kritis mencibir pemerintah.
Di hari yang cerah dan bila
di ingat ingat itu pada hari jum’at aku didatangi oleh seorang sahabatku yang
mengkabarkan bahwa akhir akhir ini aku dan rumahku ini banyak di awasi oleh
orang orang berbadan besar mungkin seperti dengan pembunuh bayaran dari pesuruh
yang entah itu siapa? Pasti orang atas. Aku yang mendapat kabar tersebut
langsung memutuskan untuk melarikan diri. bukan karena takut tapi aku masih
ingin hidup untuk mengkritik.
Akhirnyapun aku sampai
disini. Waktu menunjukan sudah dini hari. Namun dari ufuk timur gejolak
sinar mentari belum terlihat muncul. Bahkan hawa dingin masih terasa menyerang
ke sekujur tubuh. Aku sedang tertidur lelap disebuah losmen di pinggiran kota
Jakarta. Bagiku daerah ini sudah cukup jauh untuk aku sembunyi, uang pelarianku
hanya tersisa buat menyewa losmen 2 hari dan makan 1 hari saja. Aku masih
terlampau lelap dalam mimpiku. Daerah melarikan diriku ini menurutku sudah cukup
aman untuk sekedar menghindari pembunuh bayaran itu, daerah padat penduduk ditambah
dengan letaknya dipinggiran kota sudah cocok untuk tempat kamuflase yang
sempurna. Kira kira sekitar jam 3 pagi pintu losmenku didobrak oleh orang. Akupun
langsut terperanjat dari tidurku, lalu beberapa orang ikut masuk kira kira
kalau aku tak salah hitung ada sekitar 4 orang dengan badan gempal. Aku langsung
memposisikan kuda kuda bersiap untuk berkelahi. Serangan demi serangan masuk
telak mengenai wajah dan perut beberapa orang. Namun tiba tiba satu benda keras
menghujam bagian belakang kepalaku. Akupun langsung tersungkur jatuh. Mataku masih
bisa melihat remang namun setelah itu kepalaku ditutupi kain hitam dan gelap-pun
aku rasakan dan diriku seakan sedang dipapah. Entah mau dibawa kemana diri ini?
Semoga nantinya Tuhan tidak membawaku ke neraka.
0 komentar: