17 Oktober 2016 “Aku dan kamu bertemu kebetulan, kebersamaan kita juga kau anggap kebetulan, canda tawa kita kemarin juga kausebut de...

ANTARA KEBETULAN ATAU TAKDIR DIANAK TANGGA

17 Oktober 2016




“Aku dan kamu bertemu kebetulan, kebersamaan kita juga kau anggap kebetulan, canda tawa kita kemarin juga kausebut dengan kebetulan, namun kenapa perpisahan kita sekarang kau sebut dengan takdir Tuhan”

Siapa yang percaya kebetulan?, sebuah keadaan yang sebenarnya sudah ditakdirlan jauh hari oleh Tuhan. Yang dengan seenaknya kita sebut takdirNYA dengan seonggok kata berhuruf kebetulan. Bahkan sehelai daun pun yang jatuh ke tanah bukan merupakan sebuah kebetulan tapi sudah ditakdirkan, Tuhan telah mengatur dan mengetahuinya. Apalagi yang lebih besar dan kompleks dari itu, hidup kita.

Bahkan pertemuan kita. hingga pertemuan pertemuan sengaja maupun tidak sengaja kita yang kemarin hingga saat ini, apakah itu juga suatu kebetulan?. Ah iya pasti kamu menganggapnya begitu. Seperti di gedung berlantai 4 yang kita kunjungi setiap senin sampai jumat ini. gedung ini sebanarnya memiliki 4 akses tangga untuk menuju setiap lantainya namun dengan kebetulanya (katamu) kita selalu bertemu di tangga yang sama, dijam yang sama dan secara kebetulanya itu terjadi hampir sesering dari kebetulan yang ada. aku sedang naik kelantai 3, kamu sedang turun ke lantai 2, bahkan tak jarang kita secara kebetulan menaiki tangga dengan diawali pertemuan kita didasarnya.

Kita selalu menyapa satu sama lain, tersenyum satu sama lain, kita ngobrol dengan menapaki satu persatu anak tangga tentang bagaimana kesibukan kita dihari ini atau kemarin lusa. Tak jarang kau tersenyum setiap aku lontarkan kata kata bercanda, Senyuman manis yang sudah aku anggap sebagai energi pengganti serapan pagiku setiap harinya.

Namun dua hari ini aku tak menemukan dirinya, senyum yang kurindukan disetiap paginya tidak mengasupiku didua hari ini. apakah ini sebuah kebetulan atau memang kebetulan Tuhan sudah tak lagi memihak untuk aku bertemu dengannya. Di esoknya aku datang lebih awal, aku tahu dia ada kelas jam sembilan pagiini sedangkan kelasku ada di jam setengah sepuluh pagi. Aku menunggunya sejak jam 8 tadi, teh kotak yang aku pegangi  sedari tadi sudah tak lagi berisi.

satu jam lebih aku duduk di anak tangga ini menungguinya yang secara kebetulan tak lagi keteemui dua hari ini. Kulihat jam tanganku, aku tercengang dengan angka setengah sepuluh yang ditampilkannya, aku memasang muka sendu, aku kembali bersabar dengan menungguinya dengan menambahkan waktu tiga puluh menit untuk masuk ke kelasku, namun senyum manisnya masih juga belum datang, apakah dia kembali tak kutemui hari ini?, apakah kebetulan kita sudah habis untuk diulang lagi dan waktu tiga puluh menitpun memaksa aku menyerah untuk menunggu sebuah kebetulan untuk hari ini. Aku pergi dari tempat tungguku dan hanya bisa mengumpat dalam hati.

Aku sedang menunggui sebuah kebetulan yang belum tentu akan terulang lagi, seperti kebetulan kebetulan lain yang hanya berdurasi sependek Pelangi dengan keindahan warnanya dilangit, hanya indah sesaat, kujalani sesaat namun meninggalkan kenangan yang sangat amat, aku dengan kebetulanku (katamu), tidak bukan kebetulan namun aku lebih suka menyebutnya Takdirku, masih menunggumu di dasar anak tangga yang nantinya puncaknya akan kita taklukkan bersama sama, Takdirku menunggumu.

0 komentar: